Reinkarnasi tidak ada dalam kamus akal, apalagi agama. Reinkarnasi adalah masuknya ruh lain (manusia) ke dalam badan yang lain pula. Padahal dalam Filsafat setiap benda memiliki ruhnya tersendiri. Dan sebuah esensi atau species adalah yang mencakupi keduanya (badaniah dan ruhaniahnya).
Kambing tidak bisa dikatakan kambing kecuali dengan ruh kambing yang telah terproses sejak dari ruh binatang lemah yang ada pada mani kambing.
Jadi disamping ruh manusia tidak akan bisa masuk ke esensi kambing karena kambing dikatakan kambing karena terproses dari ruh mani kambing ke ruh kambing, artinya tidak bisa mengubah dan mengusir ruh kambing,
kemustahilan itu juga karena setiap materi memiliki ruhnya tersndiri yang tidak terpisahkan dan tidak mungkin dipisahkan karena ia adalah kesatuan natural, bukan kesatuan produksi yang bisa dicopot dan diganti-ganti.
Jadi, ayat –ayat al-qur’an menunjukkan penghidupan kembali manusia di akhirat. Tetapi bisa juga di dunia ini pada raj'ah-nya sebagian orang (raj'ah adalah dihidupkannya kembali beberapa orang di dunia ini lalu dimatikan lagi).
raj'ah itu dihidupkannya sekali lagi beberapa orang yang telah mati di dunia ini.
Dalam QS: 40: 11, orang-orang ini berkata: "Mereka berkata Tuhan kami, Engkau telah matikan kami dua kali dan hidupkan kami dua kali dan kamipun mengakui dosa-dosa kami, lalu apakah masih ada jalan keluar ?
Orang yang tidak percaya raj'ah ini mengartikan mati dua kali itu adalah mati sebelum dicipta dan setelah dicipta, sedang hidup dua kali adalah setelah dicipta dan setelah dibangkitkan nanti.
Padahal :
(1) Allah dalam Qur an ini mengatakan "...Mematikan kami" Yakni pakai kata kerja yang perlu kepada obyek, sementara sebelum dicipta adalah ketiadaan yang tidak bisa dijadikan obyek. Kalau memakai kata "Mati", maka bisa diartikan "tiada", tapi kalau "dimatikan" maka tidak bisa diartikan "tiada".
(2) hidup dua kali, juga demikian. Yakni hidup di dunia dan hidup setelah kehidupan pertama itu, bukan kehidupan di akhirat karena yang di akhirat itu adalah yang ke tiga. Karena ayat itu dalam rangka menukil kata-kata orang yang tidak mengabdi setelah diberi kesempatan dua kali.
Jadi kehidupan dua kali itu dalam rangka beramal shaleh tetapi disia-siakan. Sedang kehidupan akhirat itu untuk dihisab dan diadili, bukan untuk usaha dan ikhtiar. Karena itulah mereka meminta lagi kehidupan ikhtiar yang lain dengan mengatakan "..lalu apakah masih ada jalan keluar?", yakni apakah Engkau Ya Tuhan masih berkenan memberikan kesempatan berikhtiar sekali lagi?
Kalau QS: 2: 28, memang juga sangat terasa ke raj'ahannya, karena disana dikatakan +/-: dimana kalian dulu mati (tiada), lalu Dia menghidupkan kalian, lalu mematikan kalian, lalu menghidupkan kalian, lalu kepadaNya kalian dikembalikan.
Memang, mati pertama itu adalah tiada karena mati dan bukan dimatikan. Tetapi dari sisi dihidupkan disini, terjadi dua kali dihidupkan dan, sebelum dikembalikan kepada Tuhan. Padahal kita memahami bahwa hari pengembalian itu adalah hari kebangkitan. Sedang penghidupan ke dua di atas, sebelum hari pegembalian itu sendiri.
Tetapi kalau ayat 259 itu hanya pendukung saja. Karena ia adalah salah satu raj'ah itu sendiri, bukan raj'ah yang kita bahas. Sekalipun keduanya adalah raj'ah.
Jadi dari sisi Raj'ah maka ayat itu sebagai bukti kebenaran raj'ah karena ianya adalah kejadian itu sendiri, bukan dalil untuk ke depan. Karena dalam ayat tersebut dikatakan bahwa ada orang yang seperti sangsi terhadap Kuasa Tuhan dalam menghidupkan orang mati setelah melihat desa yang mati, lalu Allah mematikan orang tersebut dan menghidupkan kembali di kemudian hari.
Dan tentang ashabulkahfi adalah penguat raj'ah seperti ayat pertama itu. Artinya Raj'ah itu tidak mustahil karena sudah terjadi, seperti ashabulkahfi itu atau seperti orang yang ragu di atas itu. Sedang yang akan dihidupkan nanti adalah dari dua kelompok, dari yang baik dan yang jahat.
Comments
Post a Comment