Akibat dari Jarangnya Berhubungan Seks dalam Pernikahan
1. Hormon endorfin menurun
Gairah seksual dan orgasme dapat melepaskan hormon endorfin dan oksitosin dalam tubuh. Bahan-bahan kimia ini dikenal bisa menghilangkan rasa sakit dan meningkatkan mood. Dilansir dari livingstrong.com, tidak melakukan hubungan seks secara rutin membuat khasiat dari kedua hormon tersebut menurun.
2. Semakin stres
Frekuensi seks yang berkurang akan meningkatkan stres. Dalam sebuah studi yang diterbitkan oleh Journal of Family Psychology pada tahun 2010, dilaporkan bahwa tingkat stres berbanding terbalik dengan aktivitas seksual. Meskipun ada cara lain untuk mengatasi stres, pada umumnya aktivitas seksual yang meningkat pasti mengubah tingkat stres secara signifikan.
Dalam beberapa kasus, tingkat stres yang tinggi bisa menurunkan daya tarik seseorang. "Orang yang tingkat stresnya rendah, lebih berpotensi memiliki kehidupan seks yang normal dan lancar. Namun opini ini disimpulkan bukan karena hukum sebab akibat, melainkan karena memang ada hubungan antara peningkatan stres dengan aktivitas seksual yang jarang,” papar dr. Lauren Streicher dalam buku Sex Rx: Hormones, Health, and Your Best Sex Ever. Studi kecil di Skotlandia juga menunjukkan bahwa reaktivitas tekanan darah terhadap stres tercatat lebih rendah di antara pasangan yang rutin berhubungan intim daripada pasangan yang jarang melakukannya.
3. Berkurangnya kepuasan terhadap pernikahan
Keintiman fisik ibarat lem dalam pernikahan. Momen ini akan membuat pasangan suami-istri lebih terhubung secara emosional. Frekuensi hubungan seks yang dibiarkan berkurang dapat menyebabkan penurunan kepuasan terhadap ikatan perkawinan.
Kesimpulan ini sesuai dengan studi Journal of Family Psychology. Hal ini dikarenakan orgasme menyebabkan pelepasan hormon oksitosin ke otak, untuk memberi sugesti adanya "ikatan”. Oksitosin menghasilkan rasa percaya juga kedekatan, bahkan membantu pasangan menilai satu sama lain secara lebih positif.
4. Penghargaan diri yang rendah
Minimnya rutinitas seksual juga dapat merusak hubungan dengan dirimu sendiri. "Dari sudut pandang medis, penurunan frekuensi hubungan intim tidak akan memengaruhi neurotransmiter atau penyakit medis," ujar ginekolog Sheila Loanzon, MD. "Namun, emosi yang dirasakan saat menghadapi situasi tersebut membuat penilaian yang kita berikan pada diri sendiri menjadi rendah," lanjutnya.
5. Disfungsi ereksi
Sebuah studi yang diterbitkan di American Journal of Medicine pada tahun 2008 menunjukkan bahwa pria yang berhubungan seksual minimal 1 kali seminggu lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami disfungsi ereksi, dibandingkan dengan pria yang tidak melakukannya.
Terapis seks kota New York, dr. Stephen Synder dan para periset, mempelajari lebih dari 900 partisipan pria berusia 55-75 tahun. Mereka menyimpulkan bahwa hubungan seksual rutin dapat melindungi organ intim pria dari disfungsi ereksi.
6. Mengendornya otot dan saraf vagina
Aktivitas seksual yang teratur akan meningkatkan kesehatan vagina. Menurut Asosiasi Masyarakat Menopause Amerika Utara, aktivitas seks yang teratur penting bagi wanita di usia berapapun. Salah satu efek samping dari jarangnya berhubungan seks selama menikah adalah vagina menjadi kering dan kurang elastis, akibat perubahan hormon.
Hubungan intim yang tetap terjaga dengan pasangan hingga usia senja akan merangsang aliran darah ke vagina dan mempertahankan otot-otot vagina tetap kencang untuk berfungsi secara optimal, layaknya senam kegel.
7. Kurangnya cairan lubrikasi
Saat pasangan suami-istri aktif berhubungan intim, gairah seksual akan merangsang kelenjar yang menghasilkan kelembapan di organ intim. Kelembapan ini bermanfaat untuk membuat sesi hubungan intim terasa nyaman dan tidak sakit. Meskipun ada penyebab lain seperti ketidakseimbangan hormon yang mengakibatkan kekeringan organ intim, hubungan seksual yang rutin akan membuat perbedaan.
Comments
Post a Comment